Senin, 20 Juli 2020

HARMONY OF LOVING YOU (HOLY)

Posted by annisa ratu aqilah at 12:21:00 AM

❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤

SHE

Aku sudah mengatakannya, kemarin, saat aku sangat murka, tentang kepura-puraanku menerima perjanjian ini bersamanya. Entah apa yang ada dipikirannya sekarang. Mungkin kecewa, marah, atau bingung, seperti mayoritas lelaki di dunia ini, mereka hanya diam saat wanitanya marah. Konyol. Aku berkata sampai beratus juta kata bukan hanya untuk didengarkan.

Mencintai itu sulit, siapa yang bilang mudah? Hah! Terlalu banyak sekarang pasangan muda yang menebar romantisme mereka dengan kalimat-kalimat indah. Memajang foto sekedar genggaman tangan bercincin atau bahkan wajah. Menebarkan kebaikan kata mereka, tapi dengan mengumbarnya, memberikan harapan-harapan tinggi pada muda-mudi. Berharap memiliki jodoh yang sama-sama baik, padahal yang baik untuk orang lain belum tentu baik untukku. Bodohnya aku, terjebak impian-impian bias dari orang asing yang sekedar kupandangi hidupnya di layar. Menerima mimpi tentang indahnya menikah muda. Lalu sekarang apa? Apa ini?? Cinta tidak semudah mengucap akad. Tidak seindah foto-foto pernikahan. Cinta?? Apa itu cinta?! Tidak cukup memiliki cinta untuk mencintai seseorang. Tidak akan pernah cukup. Dia akan selalu penuh dengan kekurangan. Dia akan selalu seperti itu meskipun aku tidak menyukainya. Katanya cinta, tapi kesalahan sama terulang, diulang, dan terus dilakukan. Apa salahnya aku marah? Ini semua demi kebaikan bersama kan? Apa salahnya aku murka? Siapa yang bisa menjamin semua murka ini pada akhirnya bisa mengikis cinta? Banyak contohnya, tapi kenapa aku harus bertahan sampai sekarang....

Ya, hanya karena Allah tidak menyukainya. Rabbku tidak menyukainya. Lalu aku?? Bagaimana hatiku?

Sesak ini? 
Amarah ini?
Kecewa ini? 

Aku harus patuh padanya? Pada lelaki yang telah 'membeliku' ? Pada laki-laki yang selalu membuat kesalahan yang sama seperti itu? 

Surga katanya. Balasan untuk istri yang taat. 
Lalu bagaimana hatiku? 
Aku tak bisa menceritakannya ke orang lain. 
Menjaga harkat dan martabat, aku mendengarnya dari kajian pernikahan tempo lalu, tapi... 

Aku seorang perempuan.
Bukankah aku tulang rusuknya? 
Bukankah dia tempat satu-satunya aku bisa menyandarkan kepala?
Bukankah dia berjanji akan terus menjagaku hingga akhir hayat?
Bukankah dia dulu berjanji akan membahagiakanku dan bersama-sama ke surga?

Apa aku tak boleh protes?
Apa protes dan marah membuatku durhaka padanya?
Lalu membuatnya tak ridho dan akhirnya Allah pun tak meridhoiku? 

Lalu hatiku?
Perasaanku?
Amarahku?

Malam ini gerimis. Langit seperti sedang menangis bersamaku. Sudah hampir tiga hari rumah ini seperti sarang hantu. Bagaimana bisa dia hanya diam seperti itu dan tak maju lebih dulu. Apa dia lupa kita sudah memiliki anak-anak? Apa dia lupa kejiwaan seorang istri itu bisa berdampak pada anak-anaknya? Kenapa dia tak berusaha membuatku waras. Apa dia tak tahu bagaimana lelahnya aku  selama ini menahan murka dan harus tetap bekerja dan mengasuh anak-anaknya? 

AAAARRGGGHHHHH!


💙💙💙💙💙💙💙💙💙💙

HE

Anonim
Sunday, 24 October 2015
01.57 WIB

Aku tak habis pikir, kenapa perempuan bisa seperti roller coaster. Sebentar tersenyum, sedetik kemudian marah tanpa kejelasan. Kenapa tak langsung saja berkata, apa dia pikir aku ini peramal yang bisa membaca pikiran. Romantisme bukan sebatas peka. Masalah kecil diperbesar, masalah besar ditambah besar. Heran.


💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜

Klik!

Ah.. Konyol sekali aku dulu :)

"Kenapa senyum-senyum sendiri?"

"Ah, enggak. Baru baca tulisan cinta yang penuh kebencian. Konyol kan?"

"Kok konyol? Memang tulisan apa? Cinta penuh kebencian? Bukankah itu kontradiktif sekali ya?"

"Iya, makanya konyol. Tulisan orang yang haus cinta tapi sedang murka itu konyol..., ketika dibaca setelah sekian waktu lamanya..."

"Tulisanmu?"

....

"Iya.." :)

"Lalu?"

"Lalu apa?"

"Kamu hapus?"

"Enggak. Belum..."

"Kenapa?"

"Karena perasaan yang tertuang di sana belum selesai. Mereka belum baikan di sana. Mungkin saja ada yang menanti akhir cerita mereka karena cerita cinta tapi benci itu terlanjur dibaca makhluk bumi"

"Pengalaman pribadi?"

"Menurutmu?"

"Ii..ya...?"

"Bukan, itu novel.."

"Tapi mayoritas novel itu pasti ada unsur realita yang diberi bumbu penyedap"

"Hahaha.. Apa kita sedang membahas makanan sekarang?"

"Aku serius. Aku jadi penasaran. Tulisan apa itu?"

"Tulisan tentang perselisihan suami istri.."

"Kita..?!"

"Hahaha.. Bukan. Aku tidak sekonyol itu menuliskan kisah romatisme kita ke dunia."

"Lalu? Darimana inspirasinya?"

"Dari kita...? Mungkin..?" :)

"Ha?!"

"Kenapa?"

"Apa kita pernah bertengkar seperti itu?"

"Apa menurutmu kita harus mengalami pertengkaran seperti itu baru bisa aku menulis akhir ceritanya?"

"Tentu saja tidak. Siapa orang aneh yang mengharapkan pertengkaran.."

"Tapi kita tidak pernah tahu juga apa yang akan terjadi esok. Semua kemungkinan bisa terjadi.."

"Kalau begitu, fokus saja dengan apa yang ada dihadapanmu sekarang. Lakukan sebaik mungkin, semampumu, lalu pasrahkan hasil akhirnya pada Yang Kuasa"

"Menurutmu, dua orang dalam tulisan itu berakhir bagaimana?"

"Bukankah kamu Penulisnya? Jadi terserah kamu bagaimana ceritanya. Perasaan dan jalan hidup tokoh fiktif berada seutuhnya di tangan Sang Penulis. Sama seperti perasaan kita. Hati kita ini hanya milik Allah. Allah bisa kapan saja membolak-balikkannya. Sama seperti perkatanmu tadi, sekarang kita bahagia, esok tidak ada yang tahu hati ini."

"Lalu aku harus bagaimana?"

"Menulislah dengan perasaan yang selalu tertaut pada pemilikmu. Pada Allah. Menulislah karena Allah. Jadi, meskipun yang sedang kamu tulis itu perasaan yang tak baik, kesedihan, atau penderitaan, orang yang membaca masih dapat mengambil pesan yang baik di dalamnya. Sekalipun itu cerita tentang suami istri yang bertengkar hingga berada di ujung perceraian. Cinta itu cobaan. Aku mencintaimu juga cobaan. Bagaimana aku bisa mempertanggungjawabkan dirimu kelak di depan Allah. Bagaimana aku bisa menjagamu agar bisa menjadi istri yang sholihah. Cinta tidak selalu romantis. Bukan hanya cerita bahagia, tapi juga kesedihan. Saat Allah mencintai kita, Allah juga menguji kita. Menguji seberapa kuat cinta kita kepadaNya..."

BRUKK!

"LHO? Kenapa tiba-tiba meluk?"

"Kenapa memang? Nggak boleh ya meluk suaminya sendiri?"

"Boleh-boleh aja"

"Terimakasih ya..."

"Untuk apa?"

"Untuk obrolan dan nasihat yang diberi bumbu penyedap cinta. Makan yuk?" :)

"Yuk! Ngobrol panjang jadi lapar" :)

Hahahahaha...




❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤

SHE

Hahahaha... 

[To be continued]







 

ANNISA RATU AQILAH Copyright © 2010 Designed by Ipietoon Blogger Template Sponsored by Emocutez