Selasa, 27 Oktober 2020

00 : 00

Posted by annisa ratu aqilah at 11:50:00 PM

"Start creating your post."

Sebaris kalimat menyapa saat hendak memulai tulisan ini. Kalimat yang sebenarnya selalu muncul sesaat sebelum huruf pertama diketik, namun bukan suatu kebetulan mataku menangkapnya lebih cepat dan memantik kata-kata yang harus kususun untuk sebuah tugas dengan deadline kurang dari dua jam.

Sungguh manusia seperti aku ini kurang bersyukur dengan waktu. Seringkali lupa dengan tanggung jawab meskipun sudah mencatatnya. Padahal ini hanya urusan sepele jika dibandingkan dengan tanggung jawab terbesar sebagai hambaNya. 

Bicara tentang waktu dan tanggung jawab, aku jadi ingat sebuah hadist populer. Hadist umum yang sebagian besar orang pasti sudah tahu tentang berharganya nikmat kesehatan dan waktu. Sayangnya, aku termasuk manusia yang hanya tahu tanpa benar-benar paham apalagi mengamalkannya. Iman yang hanya sampai di lisan, minim pengamalan. Hafal sekali ayat "wal 'ashr innal-insaana lafii khusr", tapi hafalan itu seperti pensil yang bujel. Kamu tahu pensil bujel? Pensil patah. Tidak bisa digunakan untuk menulis, sedangkan cara terbaik menjaga ilmu adalah dengan mencatatnya. Jadi, anggap saja aku ini sedang mengibaratkan hafalan yang tanpa pengamalan seperti ilmu tanpa catatan. 

Apakah perumpamaanku terlalu berat? 
Jika iya, kamu tentunya paham alasannya. Sudah hampir setahun kita menghadapi situasi 'sulit'. Terpaksa terkurung di rumah karena virus cantik. Cantik bentuknya seperti mahkota, tapi benar kata orang bijak, jangan melihat dari apa yang tampak. Nyatanya, virus itu benar-benar 'bencana'. Setidaknya untuk hampir sebagian besar penduduk bumi. Sisanya orang-orang yang tidak peduli. 

Jangan dulu pesimis. Tulisan ini tidak akan memperburuk suasana hati. Bagaimanapun juga, Allah tidak akan memberikan cobaan tanpa solusi. Selalu ada hikmah yang bisa kita ambil sebagai pelajaran hidup, apalagi sembari menghabiskan waktu di rumah hampir setahun. Banyak waktu yang kita miliki untuk berkontemplasi. Merenung dan mencari makna. Setidaknya itu yang bisa kita lakukan agar tetap waras dan bijak mengambil sikap. Tenang dan netral, tapi netral bukan berarti tak berpihak.

Jadi, jika tulisan ini terlihat sok bijak dan berat, mungkin karena terlalu lamanya aku merenung di rumah. Sama seperti orang-orang terdahulu yang menyendiri di hutan atau gua untuk bersemedi. Tidak perlu terlalu serius membacanya. Ini hanya tulisan dari orang yang mendadak bijak karena keadaan. Seorang netizen yang terlalu sering membaca komentar dan seolah tahu segalanya.

Pada momentum seperti ini, kita 'dipaksa' untuk mencari celah-celah bahagia dan syukur. Jadi anggap saja tulisan ini sebagai penghibur dari seseorang yang juga sedang menghibur diri dan mencoba bersyukur masih diberi waktu dan kesehatan. Dua hal yang setahun ini menjadi sangat berharga. Teguran keras dariNya. 

Masih 60 menit lagi sebelum deadline berakhir. Banyak hal yang ingin ditulis, tapi waktu yang sudah tak mendukung. Mungkin ini rasanya nanti jika diri merasakan waktu akan segera habis. Masalahnya, iman ini tipikal iman yang naik turun. Jadi, bisa saja kematian datang sedetik kemudian tanpa persiapan. Berbeda dengan mereka yang mendapatkan keistimewaan dariNya dan meninggalkan dunia ini dengan sebaik-baiknya keadaan. Ugh! Lagi-lagi aku tertampar. 

Jadi, 2020 ini apa kabar? 
Penuh tamparan. 

Bersyukur masih menjadi bagian dari mereka yang setidaknya percaya realita. Bersyukur masih diberikan keluarga yang utuh. Bersyukur masih bernafas. Bersyukur masih bisa diberikan kesadaran untuk bersyukur. 

Bersyukurlah teman-teman.. 
Setahun ini begitu berat tapi rasanya waktu berjalan sangat cepat. Beberapa menit lagi, setelah tulisan ini selesai (baca : harus segera dikirim), jarum jam akan kembali ke awal. Hari baru akan dimulai. Pagi akan menyapa kembali. 

Apakah pandemi ini benar-benar telah memberikan sebuah peringatan atau masih menghadirkan gerutu dan kekesalan (?)

Apakah pandemi ini sebuah malapetaka atau nikmat dariNya (?)

Apakah teman-teman bahagia?
Apakah ada mimpi yang ingin dicapai tahun depan (?) Kata mereka yang ahli pandemi, keadaan ini masih akan bertahan. Jadi, kita harus bisa lebih bertahan. Bertahan itu lebih sulit daripada meraihnya, bukan? Tersebab tulisan ini tentang catatan akhir tahun, bertahanlah sampai tahun depan. Setidaknya kita telah berhasil melalui satu tahun ini dengan raga yang masih berjiwa.

Tidak!
Tahun depan terlalu lama. Maut bisa datang kapan saja, tapi untuk urusan akhirat, kita harus berpikir jangka panjang. Jadi, bertahanlah untuk mencari bekal akhirat yang lebih banyak.

Tunggu..!
Kita sudah melewatinya. Satu tahun dengan pandemi sudah kita lewati di kalender revolusi bulan pada bumi (baca : hijriyah). See? Semua tergantung darimana kita mengambil sudut pandang :) 

Laa tahzan! Jangan bersedih 😊
Bertahanlah! Tersenyumlah!

Banyak cara untuk bertahan dan bersyukur. Tulisan ini contohnya. Hari ini aku merangkai kata menjadi kalimat dan akhirnya menjadi sebuah tulisan kilat karena aku ingin setidaknya dua jam waktuku mungkin bisa membuatmu tersenyum dan mengingat, bahwasanya Allah Maha Pemurah dan Penyayang. Semua nikmat yang kita dapatkan di dunia ini hanyalah satu dari seratus nikmat Allah. Sembilan puluh sembilan nikmat, Allah simpan disisiNya hanya untuk hambaNya yang beriman. 

Romantis sekali, bukan? :')

Pandemi ini seharusnya dapat membuat kita menghargai setiap detik yang terlewat hingga hari ini, walaupun itu hanya terbatas berada di ruang yang 'mengurung' kita hampir setahun.

Apakah setahun ini engkau bahagia? 

Aku bahagia. Bahagia atas semua yang Allah berikan. Bahagia atas sedih dan nestapa. Bahagia atas anugerah kesehatan. Bahagia atas nafas. Kebahagiaan maupun kesedihan yang kita rasakan sampai detik ini menandakan kita masih hidup. Masih diberikan nikmat atas waktu dan kesehatan.

Alhamdulillah, Allah masih memberiku kehidupan. Masih bisa menulis ini untukmu. Merindukan bertemu denganmu, merindukan keluargaku. 

Alhamdulillah jantungku masih berdetak dan masih bisa merasakan semua perasaan ini. Perasaan yang tak bisa kita salahkan karena dengan begitu kita dapat lebih menghargai kebahagiaan. Kita tak bisa menyalahkan petaka karena dengan itu kita belajar untuk lebih sabar dan dewasa. Kita seharusnya bahagia dengan hari ini dengan waktu yang terasa berjalan cepat, tapi menampar dan mengingatkan pada tujuan utama kita diciptakan. Pada akhirnya, kita semua pasrah. Ada yang pasrah dengan tawakalnya, ada pula yang pasrah dengan ketidakpeduliannya. Itu pilihan. 

Usai menulis ini, aku akan tidur. Berselimut hangat di sebelah mereka yang selama ini ikut terkurung di sini. Bosan? Tidak. Rumah ini yang melindungi kami dari hujan, angin, terik mentari, dan semoga pula melindungi kami dari pandemi.
Melindungi kami. Melindungimu. 

Bukankah semua ini hal sederhana? :)

Hidup terlalu indah untuk disesali. Hidup terlalu singkat untuk hanya kita isi dengan keluh. Meskipun banyak hal yang tertulis tentang semua mimpi kita belum terengkuh, namun bahagia itu dekat. Sangat dekat sampai seringkali kita lupa semua itu adalah kebahagiaan. 

Kebahagiaan itu dekat saat kita bisa bersyukur. Semakin dekat dan selalu dekat apabila seluruh hidup kita senantiasa mendekat pada Sang Maha Segala Maha.
—Allah عز و جل.

💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜 



00.00
May almighty Allah grant you and your families happiness and good health

💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜

Narrated Abu Huraira: I heard Allah’s Messenger (ﷺ) saying, Allah divided Mercy into one hundred parts. HE KEPT NINETY NINE PARTS WITH HIM AND SENT DOWN one part TO THE EARTH, and because of that, its one single part, His Creations are merciful to each other, so that even the mare lifts up its hoofs away from its baby animal, lest it should trample on it.” [Bukhari](https://sunnah.com/bukhari/78/31)

والله أعلمُ ﺑﺎ ﻟﺼﻮﺍﺏ. و الله المستعان


 

ANNISA RATU AQILAH Copyright © 2010 Designed by Ipietoon Blogger Template Sponsored by Emocutez