Minggu, 31 Maret 2024

insight : MASTER STUDIES

Posted by annisa ratu aqilah at 8:58:00 AM

Belajar dari para ulama agar rutinitas harian menjadi lebih produktif dan potensi diri dapat lebih maksimal. Rutinitas yang baik akan berpengaruh juga tidak hanya untuk diri sendiri tapi juga anak-anak. Rutinitas yang baik dapat melatih anak untuk lebih disiplin dan bertanggung jawab. Memaksimalkan potensi mereka dan memberikan banyak manfaat untuk seluruh anggota keluarga.

1️⃣ Tetapkan Jadwal Belajar yang 'Ketat'

Ulama : Ibnu Sina

Ibnu Sina mempertahankan jadwal belajar yang disiplin, mendedikasikan waktu berjam-jam setiap hari untuk kegiatan akademisnya. Dia mengatur waktunya secara efektif, mengalokasikan waktu-waktu tertentu untuk membaca, menulis, dan kontemplasi.

🧠 Tindakan:

Ketat di sini bukan berarti kaku, tapi lebih kepada disiplin dengan tetap memberikan ruang improvisasi. Mempertahankan kebiasaan dan rutinitas baik itu lebih sulit daripada melakukannya pertama kali. Tentukan pagi hari untuk kegiatan intensif dan sore hari untuk penerapan praktis atau tugas pemecahan masalah. Membaca bersama dzikir pagi bersama anak-anak dan muraja'ah hafalan menjadi hal yang paling nyaman dilakukan di pagi hari. Membiasakan diri untuk lebih aktif di pagi hari akan memberikan dampak yang baik untuk anak-anak. Memulainya dengan Dzikir semoga dapat memberikan kesegaran bukan hanya untuk raga mereka, lebih utama untuk jiwa.  Dzikir sore dapat dilakukan selepas Maghrib dan ditambah dengan mengaji maupun mengkaji sebuah topik bersama anak-anak. Ngobrol dan diskusi bareng itu hal yang santai tapi juga serius yang bisa kita lakukan bersama anak-anak.  Sesuatu hal yang sederhana tapi seringkali sulit untuk kita berikan kepada mereka. 

2️⃣ Menyeimbangkan Refleksi Spiritual dengan Kejaran Akademik

Ulama : Al-Ghazali

Imam Al-Ghazali memprioritaskan doa salat dalam rutinitasnya. Dia percaya bahwa momen refleksi spiritual meningkatkan kejernihan dan fokus mental.

🧠 Tindakan:

Mulailah setiap sesi belajar dengan doa untuk memusatkan pikiran dan fokus pada tugas yang ada. Memaparkan anak-anak dengan kebiasaan baik kita dengan membaca, menulis, mendengarkan kajian dengan harapan semangat belajar kita akan menular kepada mereka. Bukan hanya belajar tentang materi-materi sekuler tapi juga agama. Integrated Islamic Learning adalah hal yang kami upayakan agar apa yang mereka pelajari pertama kali sumbernya tidak lain hanya dari Alqur'an Hadist. Membuat jadwal rutinitas harian dengan berpedoman pada waktu ibadah sehingga anak akan terbiasa untuk menjadikan ibadah sebagai prioritas. Bahwasanya rutinitas dan kegiatan harian kita itu sebenarnya hanya untuk menunggu waktu ibadah. Bukan ibadah yang justru menunggu kita menyelesaikan urusan dunia. 

3️⃣ Analisis Kritis Informasi

Ulama : Ibnu Taimiyyah

Ibnu Taimiyah dikenal karena penelitian intelektualnya yang cermat terhadap konsep-konsep teologis dan filosofis. Ia menerapkan keterampilan berpikir kritis untuk mengevaluasi validitas argumen dan sumber.

🧠 Tindakan:

Nilailah kredibilitas sumber-sumber yang Anda pelajari sebelum memasukkannya ke dalam studi atau proses kerja Anda. Hal ini juga berkaitan dengan sumber-sumber yang kita berikan kepada anak-anak. Buku bacaan, permainan, bahkan topik-topik pembelajaran yang harus disusun sesuai dengan kebutuhan mereka. Tidak menggegas, tidak pula memberikan tanpa filter. 

4️⃣ Penerapan Pengetahuan Secara Praktis

Ulama : Al-Ghazali

Imam Al-Ghazali menekankan penerapan praktis ilmu sebagai sarana memperdalam pemahaman dan pertumbuhan pribadi. Dia mendorong siswa untuk menerapkan konsep teoretis ke situasi dunia nyata, memungkinkan mereka menerjemahkan pengetahuan menjadi tindakan.

🧠 Tindakan:

Tanyakan pada diri Anda bagaimana Anda dapat menerapkan pengetahuan yang Anda pelajari dalam hidup Anda - atau baca studi kasus tentang bagaimana orang lain menggunakannya. Sebagaimana buku yang harus kita baca terlebih dahulu sebelum memberikannya kepada anak-anak. Sebanyak apapun ilmu yang kita berikan, harus berakhir pada amal. Teladan. 

5️⃣ Terlibat dalam Pembelajaran Reflektif

Ulama : Al-Ghazali

Imam Al-Ghazali mempraktikkan refleksi diri sebagai sarana menilai proses pembelajarannya sendiri dan mengidentifikasi area yang perlu diperbaiki. Dia akan berhenti sejenak untuk merenungkan pengalaman dan wawasannya, memungkinkan dia untuk menyempurnakan pemahamannya dan mempertahankan fokus pada pencarian spiritual dan intelektualnya.

🧠 Tindakan:

Setelah menyelesaikan proyek atau tugas, luangkan waktu sejenak untuk merenungkan apa yang membantu Anda tetap fokus dan apa yang bisa diperbaiki di masa depan. Journal REAL. Reflect, Educate, Assessment, Learning. Refleksi menjadi bagian penting untuk mengawali sebuah perjalanan baru. Assessment menjadi hal lain yang juga harus dilakukan di setiap akhir perjalanan. Melakukan Refleksi dan Evaluasi menjadi cara terbaik agar kita dapat menjadi manusia yang lebih baik. Kegagalan dalam proses bukan menjadikan kita untuk menyerah, tapi memberi jeda sejenak untuk mengambil langkah perubahan yang lebih baik dan bijak. 

Sabtu, 23 Maret 2024

insight : MEMETIK HIKMAH AL BAQOROH AYAT 185

Posted by annisa ratu aqilah at 6:07:00 AM
Imam bin Baaz Rahimahullah berkata:

"Dulu para salafus shalih apabila mereka masuk bulan Ramadhan, maka mereka sibuk dengan al-Qur'an dan mereka pun meninggalkan hadits, menuntut ilmu dan majelis taklim. Inilah yang mayoritas dilakukan oleh salaf.

Maka sudah selayaknya bagi mukmin baik laki laki atau pun wanita, untuk menyibukkan dirinya dengan al-Qur'an yang mulia dengan membacanya, mentadabburi, memahaminya, dan membaca dengan kitab-kitab tafsir, serta perkara lainnya yang berhubungan dengan al-Qur'an dan fokusnya dengan al-Qur'an.

Seandainya dia mendengar satu pelajaran di masjid atau murojaah sebagian masalah ilmiyah maka tidak mengapa. Tetapi sudah seharusnya untuk fokus dengan al-Qur'annya di bulan Ramadhan lebih besar, sebagaimana yang telah dilakukan oleh para salafus shalih, semoga Allah meridhoi mereka..."

1 "Al-Aswad bin Yazid All Rahimahullah, mengkhatamkan al-Qur'an di bulan Ramadhan pada setiap 2 malamnya. Beliau tidur di antara maghrib dan isya, dan beliau pun mengkhatamkan al-Qur'an selain bulan Ramadhan pada setiap 6 malam sekali" (Siyar IV/51)

2 "Imam Sufyan ats-Tsauri Rahimahullah, apabila dia masuk Ramadhan, maka beliau pun meninggalkan orang-orang dan fokus dalam membaca al-Qur'an" (Lathaif al- Ma'arif hal 318)

3 "Imam Malik Rahimahullah jika memasuki Ramadhan, maka dia meninggalkan pelajaran hadits dan majelis ilmu, dan beliau mengkonsentrasikan untuk membaca al-Qur'an dari mushaf"

4 "Imam Waki' bin al-Jarrah Rahimahullah, telah membaca al-Qur'an di malam bulan Ramadhan dan dia mengkhatamkannya ketika itu dan ditambah sepertiga dari al-Qur'an, shalat 12 rakaat di waktu dhuha dan shalat sunnah sejak ba'da zhuhur hingga ashar"

5 "Imam Al-Walid bin Abdul Malik Rahimahullah khatamkan al-Qur'an setiap 3 hari sekali dan dia khatam di bulan Ramadhan 17 kali khataman" (Sivar A'laam an-Nubalaa' IV/347)

6 "Imam Qatadah Rahimahullah biasa mengkhatamkan al-Qur'an setiap 7 hari sekali, dan jika telah datang bulan Ramadhan, maka dia pun mengkhatamkan nya setiap 3 hari sekali, dan apabila masuk hari kesepuluh terakhir, maka dia mengkhatamkannya setiap malam" (Siyar A'laam an-Nubalaa' V/ 276)

7 "Rabi' bin Sulaiman Rahimahullah telah berkata: "Imam asy-Syafi'i Rahimahullah biasa khatamkan al-Qur'an di bulan Ramadhan sebanyak 60 kali, dan setiap bulan biasa sebanyak 30 kali khataman" (lihat Siyar X/90)

8 "Muhammad bin Ismail Rahimahullah (Imam Bukhari) telah mengkhatamkan al- Qur'an di siang bulan Ramadhan 1 kali khataman, dan shalat malam setelah tarawih khatam al-Quran di setiap 3 hari" (Siyar Alaam an-Nubalaa' XII/439)

9 "Zuhair bin Muhammad al-Marwazi Rahimahullah, telah mengkhatamkan al- Qur'an di bulan Ramadhan 90 kali. la wafat tahun 258 H" (lihat Thabaqat al-Huffadz 1/48)

10 "Istri Abu Hasan Ali bin Nashr as-Susi, dia wanita shalihah, dia berkata bahwa suaminya Rahimahullah mengkhatamkan al-Qur'an di bulan Ramadhan setiap malam sehingga kedua kakinya pun membengkak" (Tartib al-Madarik wa Taqrib al-Masalik 1/382)

Qira'at Al-Qur'an termasuk yang akan memberikan syafa'at di Hari Kiamat.

وَيَقُولُ الْقُرْآنُ : مَنَعْتُهُ النَّوْمَ بِاللَّيْلِ، فَشَفِّعْنِي فِيهِ

"Dan Al-Qur'an berkata: Aku menahannya dari tidur di waktu malam, maka izinkanlah aku memberi syafa'at kepadanya."
HR. Ahmad No. 6626, dishahihkan Syaikh Al-Albani dalam Shahih At-Targhib No. 1429

Kemungkinan syafa'at yang akan didapatkan:
1. Syafa'at yang diberikan sebelum masuk neraka, sehingga seseorang tidak jadi masuk neraka.
2. Syafa'at yang diberikan di dalam neraka, sehingga berhentilah siksanya dan dikeluarkan dari neraka.
3. Syafa'at yang bisa mengangkat derajat seseorang di dalam surga.

Ada banyak hal yang menjadi cambuk hati saat mencoba memahami tadabbur QS AlBaqoroh ayat 185 ini. Sebagai seorang ibu dengan tiga anak yang semuanya memiliki nama dari akar kata yang sama. Hafizah-Hafiz-Huffaz. Makasih sudah jelas bahwasanya salah satu harapan terbesar kami (saya) sebagai orangtua adalah memiliki anak-anak penghafal Alqur'an. Bukan semata-mata menghafal, memaknai, tapi juga mangamalkan. Besar harapan mereka akan menjadi generasi Qur'ani yang di setiap helaan nafasnya selalu bersumber dan bermuara pada Alqur'an. 

Jadi akan sangat lucu jika harapan kami dari nama-nama itu tidak diawali dari keteladanan yang harus kami berikan kepada mereka tentang bagaimana hubungan kami dengan Al Qur'an. Astaghfirullah... Semoga Allah senantiasa menjaga niat kami. Menjaga keluarga kami. 

Minggu, 17 Maret 2024

insight : 'MEMAKSA' MASUK SURGA

Posted by annisa ratu aqilah at 5:01:00 AM

Beberapa hari lalu sepulang sekolah... 

"Umma, tadi di sekolah aku dengar, kalau gpp lho nggak puasa kalau ndak kuat. Katanya masih kecil gpp lho puasanya sampai siang aja kalau ndak kuat. Kan masih latihan..."

Aku yang mendengar celotehnya saat itu terdiam sembari berpikir reaksi apa yang harus kuberikan. 

"Masya Allah... Iya, boleh memang kalau tidak kuat puasa, ada orang² yang boleh tidak puasa. Kakak ndak kuat puasanya? Sakit? Atau gimana?"

"Hehe.. ndak sih. Tapi aku laper, haus..."

"Alhamdulillah.. kalau kakak lanjutin sampai Maghrib, insya Allah nanti pahalanya tambah-tambah, karena kakak bisa nahan lapar dan haus itu..."

Wajahnya senyum² meringis, seperti layaknya perempuan, anak gadisku seperti ingin memberikan kode kepada ummanya. Aku mau puasa sampai siang saja, Umma..

boleh kan? 

"Kakak tau tidak, waktu kakak mendengar perkataan seperti itu di sekolah, terus kakak pengen berhenti puasa, itu sebenarnya godaan. Setan berusaha merayu kakak..

Hafizaahhh....Hafizaahhh..
Tuh, boleh tuh puasa sampai siang aja..
Sudah.. puasanya sampai siang ajjaaa.. 
Kan masih kecil... 

Kayak gitu kak..."

Anak Sholihahku itupun tertawa kecil.
Diikuti dengan kedatangan adiknya 

"Kakak ndak puasa?", tanyanya polos 

"Puasaaaa...", jawab kakaknya cepat 

"Aku lho kuat kak sampai sore"

Aku tersenyum mendengarnya,

"Alhamdulillah, kakak juga insya Allah kuat kok ya kak sampai sore. Sejak hari pertama kan kalian kuat puasa sampai sore. Alhamdulillah dikasih kesehatan sama Allah jadi bisa kuat puasanya. Kecuali kalau sakit, baru boleh tidak puasa. Kakak sakit?"

Dia menggeleng dengan tawa cengengesan dan pergi bermain bersama adiknya. 

🤍🤍🤍🤍🤍🤍🤍🤍🤍🤍🤍🤍

Masuk Ramadan hari kelima, itulah pertama kalinya kakak secara langsung mengungkapkan keinginannya untuk tidak melanjutkan puasanya. Pernyataan yang ia dengar di sekolah membuatnya berpikir seperti itu. Saya yang tidak memahami konteks dari pernyataan yang ia dengar, hanya bisa berpikir maksud penyampaian itu sebenarnya baik, hanya anak-anak yang belum memahami sepenuhnya. Bahwasanya ada memang keringanan dalam beribadah, tapi bukan berarti kita melakukannya dengan setengah-setengah. 

Sebagaimana tidak ada puasa setengah hari dalam syariat Islam, jika memang tidak kuat, boleh dibatalkan. Bukan berbuka lalu melanjutkan lagi latihan berpuasa. 

Beribadah itu harus dilakukan dengan baik, diusahakan dengan yang terbaik. Insya Allah akan menghasilkan hal-hal yang baik dan jika Allah ridho, pahalanya juga yang terbaik.

🤍🤍🤍🤍🤍🤍🤍🤍🤍🤍🤍

Belajar dari obrolan bersama anak-anak tadi, saya menyadari betapa pentingnya bentuk kalimat dalam menyemangati. Mungkin maksudnya baik, tapi yang tersampaikan menjadi kurang baik. Ada mereka yang menjadi lebih semangat dengan menggunakan psikologi terbalik dalam menyampaikan, ada juga semangatnya diperoleh dari kata-kata positif dan membangun. Ada yang karena tersindir jadi tersadar akan kekurangannya, pun ada yang melihatnya lebih kepada sudut pandang perasaan dan menjadikannya sekedar kata-kata tak menyenangkan. 

Islam mengajarkan kita untuk qoulan sadidan dalam mendidik anak, termasuk dalam hal menasihati. Bukan dengan menyindir, menggertak, dan memaksa dengan ancaman.

Bicara tentang memaksa. Kadang ibadah itu harus dipaksa terlebih dulu. Sebagaimana Ibnul Qayyim menjelaskan, hikmah dari memaksakan ibadah dapat melatih kebiasaan baik, mempercepat beradaptasi dan menerima sebuah perubahan drastis, serta menjadi teladan untuk orang lain. 

Karena jalan menuju surga itu dilalui dengan jalan yang tidak selalu menyenangkan, sedangkan neraka sebaliknya 

Banyak ibadah-ibadah yang sulit dan berat dilakukan secara kontinu di awal kita melakukannya, termasuk ibadah berpuasa anak-anak. Jika kita tidak 'tega' lalu mau menunggu sampai kapan kita melakukannya? Apakah dengan bertambah usia bertambah pula kesiapan? Bisa jadi, tapi apakah yakin usia kita akan cukup sampai bertemu dengan masa itu? Belum pasti. Tega bukan berarti keras, melainkan tegas. Tegas bukan berarti kasar, namun tetap lemah lembut dalam memberikan nasihat dan teladan. 

Realitanya, ada hal yang lebih sulit daripada memulai dengan keterpaksaan. Menjaga tetap Istiqomah di jalan kebaikan. Sadar atau tidak, kita selalu dihadapkan dengan keterpaksaan di luar hal-hal berkenaan ibadah. Terpaksa bangun pagi untuk berangkat sekolah saat dulu masih kecil. Terpaksa mengerjakan PR yang melihatnya saja sudah enggan. Terpaksa mengikuti ritme pekerjaan yang sebenarnya sudah sangat lelah melakukannya. Banyak hal-hal yang tanpa sadar kita sendiri memaksakannya. Tak sedikit dari itu yang pada akhirnya dilakukan dengan setengah hati, asal selesai, asal jadi. 

Apakah dengan begitu hal yang sama juga akan terjadi saat kita memaksakan ibadah kepada anak-anak? Apakah kemudian mereka hanya akan beribadah karena ingin menggugurkan kewajiban?

Saat merenungi itu, ternyata saya terlalu jauh berpikir. Melupakan bahwasanya hidayah dan kasih sayang Allah itu sangat luas. Dialah yang Maha membolak-balikkan hati. Sebagaimana Nabi Nuh dengan anaknya, Nabi Ibrahim dengan ayahnya. Nabi Muhammad dengan pamannya. Ikhtiar kita tetap harus beriringan dengan doa. Muara dari semua itu adalah tawakal kepadaNya 

Setiap orangtua tentu saja hanya mengupayakan segala hal yang terbaik untuk anak-anaknya dengan usaha yang menurut masing-masing dari mereka adalah yang terbaik. Terbaik versi saya belum tentu terbaik menurut orang lain, tapi, jika sumber dan pedoman kebaikan itu adalah sama, Alqur'an dan As Sunnah, insya Allah tujuannya tetap sama meskipun jalannya berbeda. Itulah sebab pintu surga bukan hanya satu untuk kita bisa menjadi versi terbaik hamba-Nya. Sebagaimana banyak perintah Allah Ta'ala dalam Al Qur'an telah banyak menyerukan kepada kita agar menjadi pribadi yang bertakwa. Allah telah memberikan banyak kunci dan jalan agar seorang muslim menjadi muttaqin (orang yang bertakwa) dengan perintah menjalankan syariat Allah dengan kaffah (menyeluruh).

Islam Kaffah dalam tafsir surah Al Baqoroh berarti menjalankan seluruh perintahNya dan menjauhi seluruh laranganNya. Terdengar sangat sulit ya. Iya, mungkin saja karena jiwa kita belum merasakan nikmatnya beribadah. Hanya akal yang sudah memahami tuntutan tanpa jiwa yang merasakan kenikmatan. Sebagaimana jasad yang butuh asupan makanan, jiwa pun demikian. Pada dasarnya makanan jiwa itu ada dua, yaitu ibadah mahdhah (pokok) yang berguna menjaga hubungan vertikal kita dengan Allah seperti shalat dan puasa dan sarapan jiwa yang kedua disebut ibadah ghair mahdhah (bukan pokok), yang berguna memelihara hubungan horizontal kita sesama makhluk sosial.

Lalu, jika ibadah yang sulit itu ditunda karena tak tega, bukankah kita justru sedang membuat jiwanya lapar dan dahaga? Lebih bahaya mana, tubuh yang menahan lapar atau jiwa yang kelaparan... (?)

Sebagaimana anak yang belum memahami alasan kuat mereka menahan makan dan minum seharian selain untuk mendapatkan pahala surga. Hal abstrak yang sulit dijelaskan tapi dapat dihadirkan. Menghadirkan 'keindahan' surga itu melalui teladan. Perbuatan dan perkataan yang memberikan anak-anak kegembiraan. Semoga dengan begitu jiwa-jiwa mereka akan terisi dan memberikan mereka kenikmatan-kenikmatan beribadah yang hakiki. 

Akal bisa dipahamkan, tapi urusan hati kepada pemiliknya kita menyerahkan.

Semoga setelah Ramadan ini, kita dapat terlahir kembali menjadi hamba dengan versi terbaik dan mampu menjadi teladan untuk anak-anak kita. Menjadi muslim Kaffah dan Istiqomah dalam beribadah. 

Semoga kita dapat senantiasa menjadi orangtua yang bertumbuh dan berusaha menjadi lebih baik..Orangtua yang tegas tapi juga lembut. Orangtua yang menyenangkan sebagai 'rumah' dan sebagai teman dalam beribadah.


Bersama menggapai surgaNya ***






"

Selasa, 12 Maret 2024

33 DAYS : DUA KENIKMATAN

Posted by annisa ratu aqilah at 9:40:00 PM


Dua kenikmatan yang seringkali terlupakan, terlihat sederhana, namun begitu terasa saat terambil olehNya. Nikmat waktu dan kesehatan. Hadist yang sangat terkenal dan bahkan seringkali disampaikan namun sulit untuk diamalkan.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ ، الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ

”Ada dua kenikmatan yang banyak manusia tertipu, yaitu nikmat sehat dan waktu senggang”. (HR. Bukhari no. 6412, dari Ibnu ‘Abbas)

Ada satu tulisan yang sangat mengena sekali dari Ibnul Jauzi.

”Terkadang manusia berada dalam kondisi sehat, namun ia tidak memiliki waktu luang karena sibuk dengan urusan dunianya. Dan terkadang pula seseorang memiliki waktu luang, namun ia dalam kondisi tidak sehat. Apabila terkumpul pada manusia waktu luang dan nikmat sehat, sungguh akan datang rasa malas dalam melakukan amalan ketaatan. Itulah manusia yang telah tertipu (terperdaya).”

Semua kalimatnya benar. Benar-benar tersindir dan tertampar keras. Terlebih saat berusaha menjalankan challenge 33 days dari Binar yang salah satunya adalah 15 menit olahraga. Rasanya waktu 24 jam sehari itu tidak pernah ada waktu yang sengaja diluangkan untuk memperhatikan dan merawat raga ini. Amanah dari Allah yang seharusnya dijaga, ternyata sudah lama sekali terabaikan. 

Dulu kalau dipikir-pikir pernah kuat berjalan pulang pergi dari kost kampus, naik gunung, bahkan sampai ikut kompetisi pencak silat. Mengikuti ujian kenaikan tingkat sehari semalam di pantai selatan. Lari 10 km tanpa alas kaki. Sekarang... Jalan keliling lapangan seratus meter saja sudah kewalahan. 

Melakukan challenge ini menyadarkan saya betapa nikmat dari Allah banyak sekali. Diberikan amanah 3 anak-anak yang sehat dan aktif. Saya dipaksa kembali untuk bergerak. Memenuhi ajakan mereka untuk berolahraga. Kalau bukan karena anak-anak, rasanya tidak ada motivasi untuk bergerak. Hadist dan kalimat dari Ibnul Jauzi di atas ternyata hanya masuk telinga kanan dan keluar telinga kiri. Hanya mampu sedikit menggetarkan hati. 

“Sungguh Allah lebih sayang kepada hamba-hamba-Nya daripada ibu ini kepada anaknya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Pada akhirnya, motivasi saya untuk dapat melawan diri sendiri lagi-lagi karena anak-anak. Menyadari bahwasanya mereka butuh sosok yang dapat diteladani. Bukan karena rasa sayang seorang ibu kepada anak-anaknya, tapi justru karena Allah yang Maha Penyayang dan sempurna dalam setiap AsmaNya. Melalui anak-anak Allah menyampaikan rasa sayang, mengingatkan, menguatkan bahwa sehat adalah nikmat dan jiwa raga ini hanyalah titipan yang nanti akan diminta pertanggungjawaban 









Sabtu, 09 Maret 2024

33 DAYS : TANGGA-TANGGA SEDEKAH

Posted by annisa ratu aqilah at 9:53:00 PM

Bismillah...
Semua berawal dari sebuah paket ceria Ramadan milik anak-anak. Salah satu isinya adalah selembar jurnal sedekah Ramadan. Hal yang biasa kan? Bukankah memang sedekah di Bulan Ramadan itu pahalanya berlipat-lipat (?)

Sejak Jumat kemarin, sama seperti tahun lalu, infaq anak-anak yang biasanya hanya sekali dalam seminggu berubah menjadi Senin sampai Sabtu. Hal biasa juga kan? :)

Bukan menjadi sebuah rahasia jika saat Ramadan, kita sebagai umat muslim berlomba-lomba dalam kebaikan. Meningkatkan kualitas dan kuantitas ibadah. Berharap dengan demikian, kita akan 'terlahir' kembali menjadi pribadi yang lebih baik setelah melakukannya secara rutin selama 30 hari. 

Kemarin juga, Allah menggerakkan jari ini untuk berhenti pada sebuah post di Instagram. Sepuluh Prinsip Hidup Orang Jepang yang Perlu Kamu Ketahui. Begitulah judulnya. 

Salah satu dari sepuluh prinsip itu adalah Kaizen. Dalam bahasa Jepang, kaizen adalah kata yang berarti perubahan menjadi lebih baik dimana filosofi ini mengarah pada pribadi seseorang.

Kita diajak untuk berusaha terus meningkatkan efisiensi dan efektivitas di semua tingkat. Kita diminta untuk berkembang dan belajar evaluasi secara terus-menerus. Semisal berkomitmen akan olahraga atau menetapkan tujuan yang ingin dicapai. Mulai dari hal kecil dan dilakukan dengan konsisten untuk mendapat perubahan.

Dengan kata lain, konsep ini menanamkan kebiasaan yang diinginkan, dan meningkatkan efisiensi dan fungsionalitas dalam kehidupan pribadi sehari-hari.

Pada kesempatan yang berbeda ketika sedang mengikuti kelas tafsir, salah satu pembahasannya berkaitan dengan adab berinfaq dan sedekah. 

Begitu penting dan hebatnya amalan sedekah sampai Allah membahasnya dalam ayat-ayat yang sangat panjang dan detail. Berawal dari Qur'an Surat Al-Baqarah ayat 261 sampai ayat 274.

مَّثَلُ ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَٰلَهُمْ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنۢبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِى كُلِّ سُنۢبُلَةٍ مِّا۟ئَةُ حَبَّةٍۗ وَٱللَّهُ يُضَٰعِفُ لِمَن يَشَآءُۗ وَٱللَّهُ وَٰسِعٌ عَلِيمٌ 

Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan bagi siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Mahaluas, Maha Mengetahui.

Membaca dan mendengarkan tafsir ayat ini saat itu, hal pertama yang teringat adalah sosok seorang guru saat aku masih di Sekolah Menengah Atas. Guru pelajaran fiqih bernama Bu Miatu Habbah. Nama yang langka, bukan? Saat itu Beliau sempat bercerita makna dari namanya yang saat itu kupikir...biasa saja :)

Sekarang aku mulai memahami keindahan dari nama itu. Nama yang diambil dari ayat yang mengisahkan keindahan dari amalan bersedekah. Sebuah amalan yang memiliki banyak tingkatan. Sebuah amalan yang meskipun sama-sama kita lakukan, pahalanya dapat berbeda-beda. Bukan hanya tentang keikhlasan, tapi juga cara dan siapa yang mendapatkan manfaat dari sedekah yang kita berikan. 

Amalan yang terbaik adalah amalan yang dilakukan secara terus menerus dan konsisten meskipun itu terlihat sangat sederhana untuk dilakukan. Tanpa memberi batasan pada kuantitas, jika memang mampu, tentu saja itu lebih baik. Namun, jika tidak, Allah Al 'alim Maha Mengetahui setiap perbuatan hamba-hambaNya. Dia Maha Adil dan Maha Bijaksana. Maha Sempurna Dzat dan sifatNya. 

Mengambil hikmah dari beberapa hal yang aku alami akhir-akhir ini. Kembali diingatkan untuk lebih rasional dan mindful dalam menentukan skala prioritas dan target. Hal yang dulu aku anggap sederhana, nyatanya dapat menjadi salah satu kunci surga jika dilakukan sesuai dengan adabnya. Maka benar jika adab adalah hal yang paling utama harus dipahami sebelum ilmu. Memiliki ilmu sedekah tanpa adab yang benar dapat menenggelamkan kita pada riya' dan kesombongan. 

Kita tidak tahu amalan mana yang akan membawa dan menolong kita kelak di Yaumul Hisab. Oleh karena itu, selama masih ada kesempatan untuk melakukan, ikhtiarkan dengan maksimal dan sebaik-baik amalan. 

Istiqomah.
Satu kata yang terlihat sederhana seperti kata sedekah, tapi sulit dilakukan, tersebab pahalanya juga sangat amat besar. 

Al-Baqarah 2 :  274

ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَٰلَهُم بِٱلَّيْلِ وَٱلنَّهَارِ سِرًّا وَعَلَانِيَةً فَلَهُمْ أَجْرُهُمْ عِندَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ 

Orang-orang yang menginfakkan hartanya malam dan siang hari (secara) sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati.

Alhamdulillah tsumma Alhamdulillah..
Allah Al Huda memberikan petunjukNya.
Memberikan makna bahwa sedekah hakikatnya tak sekedar tentang rupiah. Banyak hal yang lebih harus diperhatikan agar pahala yang didapatkan bukan sekedar mengharapkan nikmat dunia.

Masya Allah.. indahnya sebuah ilmu yang didahului dengan adab. Nikmatnya sebuah amalan yang didasari oleh kefahaman. 

Semoga kita dapat menjalankan ibadah Ramadan ini dengan penuh hikmah dan Istiqomah hingga Hari Kemenangan, terus berkelanjutan sampai akhir kehidupan. 


❀❀❀❀❀❀❀❀❀❀❀❀❀❀❀❀❀❀

والله أعلم با لصواب. و الله المستعان



Jumat, 08 Maret 2024

MENULIS AGAR (TAK) KAU BACA

Posted by annisa ratu aqilah at 11:33:00 PM

Bismillah...

Semoga niat ini akan selalu tumbuh dan menguat seiring waktu, hingga tiada lagi perlu aku menulis kembali tulisan seperti ini untukmu :) Everything is temporary... tapi semoga iman ini tetap menghujam kuat di hati.

Bismillah...

Dengan Nama Allah aku memohon dan berlindung dari godaan setan, perkara buruk, tergelincirnya lidah, dan kotornya akal pikiran yang menggerakkan jemari untuk merangkai kata-kata yang sebentar lagi engkau baca...

Bismillah...
Dengan Nama Allah aku membuka kembali sebuah 'rumah' bernama blogger yang sudah lama kutinggalkan karena berpindah ke lapak sebelah. Namun, setelah melewati banyak pertimbangan, akhirnya kuputuskan untuk kembali. Cinta pertama memang sulit dilupakan, bukan? Dan blog ini adalah saksi pertama untuk semua rangkaian kata-kataku tentang dunia, kenangan masa kecil, juga dia. Iya, dia. Bukan kamu, kata itu sudah terlalu mainstream sejak Dodit memviralkannya di stand up comedy Indonesia.

***

Bahagia dengan menulis.
Tiga kata yang kontradiktif jika membacanya sembari mengingat perjuangan tiga tahun lalu saat 63 halaman skripsi perlu direvisi. Sama-sekali-tidak-bahagia. Realitanya, tidak semua hal dapat membahagiakan jika harus dituliskan. Menurutku.

Berbeda rasanya saat membaca tema itu sembari mengingat kenangan manis, membaca puisi-puisi romantis—yang seringkali membuatku bertanya,  "Kok dulu aku bisa nulis begini..?" . Begitulah memang jika kita menulis saat sedang jatuh hati 🖤

***

Dear diary....
Dua kata jadul yang sering dikaitkan dengan kebahagiaan dari sebuah kegiatan menulis. Bukan lagi konon katanya, namun sudah benar-benar diteliti oleh para ahli bahwasanya menulis dapat menjadi salah satu terapi fisik maupun psikis. Psikolog James Pennebaker, Ph.D (Universitas Texas) dan Joshua Smyth, Ph.D (Universitas Syracuse) salah satunya. Mereka meneliti dan menemukan bahwasanya menulis ekspresif tentang emosi dan stres dapat meningkatkan fungsi imun pada pasien dengan penyakit mematikan. Tenang.. aku tak akan menulis terlalu panjang tentang itu.

Mengapa? Sebab definisi bahagiaku tentang menulis itu berbeda. Kenyataannya, aku bukan anak dear diary, pun juga bukan anak yang pemberani untuk berkata dengan gamblang tentang segala hal yang kurasakan di dalam lubuk hati.

Bahagia dengan menulis versiku (dulu) tanpa malu kuartikan untuk sebuah kepuasan finansial. Saat tulisanku menghasilkan uang, memberiku rasa puas saat dengan bangga aku mengirim pesan pada ibuk bapak,

"Buk, paak.. Bulan ini tidak perlu mengirim uang bulanan, alhamdulillah tulisan Nisa dimuat koran dan jumlah uangnya lumayan untuk hidup sebulan di rantauan"

Seperti itulah kiranya definisi bahagia dengan menulis versiku. Tentu saja pesanku pada ibuk bapak tak sepuitis itu. Kalimat itu hanya contoh. Dibuat puitis agar tulisan ini menjadi lebih manis. Iya.., semanis kamu :)

***

Tidak ada yang bertanya, tapi mungkin kamu membaca sambil bertanya-tanya. Kenapa aku tak menulis diary? Ah ya, mungkin aku terlalu percaya diri menganggapmu bertanya tentang itu, tapi anggap saja demikian.

Aku trauma.
Tulisan jeritan hatiku tentang cinta monyet dibaca ibuk. Tulisan ngenesku tentang hidup di pondok dibaca ibuk. Lebih tepatnya, aku malu, sedih, kesal, marah yang bercampur jadi satu. Kalau sudah begitu, bagaimana mungkin menulis bisa membuatku bahagia? Kalau ibuk saja membaca curahan hatiku dengan berlinang air mata. Bagaimana bisa menulis memberiku kebahagiaan? Padahal kenyataannya, aku memang ingin ibuk membaca dan tahu, betapa ngenesnya hidupku di pondok kala itu.

D-I-L-E-M-A
Tak ingin dibaca, tapi berharap juga dibaca.

Begitulah akhirnya, seperti sebuah cerita, persahabatanku dengan kata menggelap mencapai klimaks. Menulis tak selalu membahagiakan, pikirku.

***

Tulisan yang baik dan membahagiakan adalah tulisan yang layak dibaca.

Sekalipun itu hanya sebentuk curahan hati. Jika dengan menulis diary, hati kita menjadi lebih bahagia, bayangkan jika ada orang lain yang ikut bahagia saat membacanya. Bayangkan jika ada orang lain dengan masalah yang sama menjadi bahagia setelah membacanya. Bayangkan jika dengan tulisan itu, bukan hanya satu hati yang berhasil berdamai, tapi ribuan, bahkan jutaan.

Tulisan yang baik dan membahagiakan adalah tulisan yang layak dibaca.

Walaupun engkau berharap seseorang tak membacanya. Banyak cara agar tulisan itu dapat dibaca tanpa orang menyadari bahwa itu sebenarnya hanya sekedar tulisan dear diary.

Tulisan yang baik dan membahagiakan adalah tulisan yang layak dibaca.

Tulisan yang membuat pembacanya menjadi lebih beradab, menuntun ke arah kebaikan, menularkan bahagia, menelurkan karya-karya.

***

Bahagia dengan menulis versiku saat ini adalah ketika tulisanku membawa kebaikan saat dibaca orang lain, bahkan terbaca oleh seseorang di dalam tulisanku tanpa dia sadari. Menyampaikan isi hatiku tanpa dia tahu dan biarlah Allah, semesta, dan waktu yang akan memberiku jawaban atas pernyataanku kepadanya secara diam-diam.

Jikalau toh pada akhirnya dia sadar tentang maksud tulisanku, itu bonus.

Apabila dengan menulis dapat memberiku penghasilan, itu bonus.

Sekalipun setelah tulisan ini dibaca kemudian menang challenge, itu juga bonus 😁

***

Pada akhirnya bahagia dengan menulis versiku tak cukup dengan mengubah rasa menjadi kata, menyimpannya dalam bertumpuk-tumpuk kertas, bertahun-tahun, berabad-abad, sampai habis dimakan rayap. Tak cukup bagiku hanya menulis untuk mengalirkan emosi, sebab menulis dear diary seringkali tak perlu berhati-hati, sedangkan kita tak pernah menjamin bahwasanya diary itu takkan pernah dibaca. Lalu bagaimana kita mempertanggungjawabkan setiap huruf  dan kata-kata, meski itu hanya sekedar catatan harian biasa...?  Maka, menulislah untuk dibaca. Tersebab dengan demikian kita akan lebih berhati-hati menggoreskan tinta dan merangkai kata, agar tulisan kita tak sekedar menjadi pelipur lara, namun dapat lebih mendekatkan kita dan pembaca kepadaNya. Terakhir dan juga tak kalah penting, sebagaimana Bunda Kaska menulisnya, awalilah dengan doa, agar Allah senantiasa menjaga kita.

Menulislah untuk dibaca
Menulislah untuk bahagia
          —Hanya untukNya dan karnaNya.
             Lillah, billah, ilalloh... 🖤


Blitar, 219.8324

33 DAYS : TADABBUR QS. AL KAHFI (18) : 28

Posted by annisa ratu aqilah at 9:15:00 PM


وَٱصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ ٱلَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُم بِٱلْغَدَوٰةِ وَٱلْعَشِىِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُۥۖ وَلَا تَعْدُ عَيْنَاكَ عَنْهُمْ تُرِيدُ زِينَةَ ٱلْحَيَوٰةِ ٱلدُّنْيَاۖ وَلَا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُۥ عَن ذِكْرِنَا وَٱتَّبَعَ هَوَىٰهُ وَكَانَ أَمْرُهُۥ فُرُطًا 

Dan bersabarlah engkau (Muhammad) bersama orang yang menyeru Tuhannya pada pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia; dan janganlah engkau mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami, serta menuruti keinginannya dan keadaannya sudah melewati batas.

⬜⬜⬜⬜⬜⬜⬜⬜⬜⬜⬜

Menurut suatu pendapat, ayat ini diturunkan berkenaan dengan orang-orang terhormat dari kalangan kabilah Quraisy saat mereka meminta Nabi Muhammad agar duduk bersama mereka secara terpisah dan mereka meminta agar mereka tidak dikumpulkan bersama orang-orang yang lemah dari kalangan sahabat-sahabatnya, seperti sahabat Bilal, sahabat Ammar, sahabat Suhaib, sahabat Khabbab, dan sahabat Ibnu Mas'ud. Maka masing-masing dari kedua kelompok itu dikumpulkan secara terpisah, lalu Allah melarang Nabi Muhammad melakukan hal tersebut dan Allah berfirman : 

"Dan janganlah kamu mengusir orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi hari dan di petang hari" 
(QS. Al An'am [6] : 52)

Kemudian Allah memerintahkan kepada Nabi-Nya agar tetap berta­han duduk bersama mereka. Untuk itu Allah berfirman:

"Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari"

⬜⬜⬜⬜⬜⬜⬜⬜⬜⬜⬜

Beberapa rujukan hadist yang berkaitan dengan ayat ini di antaranya adalah :

"Kami berenam selalu bersama-sama Nabi, Kemudian orang-orang musyrik mengatakan (kepada Nabi), 'Usirlah mereka, agar mereka tidak berbuat kurang ajar kepada kami'."
(HR. Imam Muslim)

Sa'd ibnu Abu Waqas mengata­kan bahwa keenam orang itu adalah dia sendiri, Ibnu Mas'ud, seorang lelaki dari kalangan Bani Huzail, Bilal, dan dua orang lelaki lainnya yang ia lupa namanya. Maka setelah mendapat sambutan mereka yang demikian itu, Rasulullah berfikir sejenak mempertimbangkannya. Kemudian Allah menurunkan firman-Nya dalam ayat lain :

"Dan janganlah kamu mengusir orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi hari dan di petang hari, sedangkan mereka menghendaki keridaan-Nya" (Al An'am [6] : 52)

"Tidak sekali-kali suatu kaum berkumpul seraya mengingat Allah tanpa ada niat lain kecuali mengharapkan keridaah-Nya, mela­inkan mereka diseru oleh juru penyeru dari langit seraya mengatakan, "Bangkitlah kalian dalam keadaan diberikan ampunan bagi kalian, semua keburukan kalian telah diganti dengan kebaikan-kebaikan.”
(HR. Imam Ahmad)

⬜⬜⬜⬜⬜⬜⬜⬜⬜⬜⬜

"...dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini"

Ibnu Abbas mengatakan bahwa janganlah kamu melewati mereka de­ngan memilih selain mereka, yakni menggantikan mereka dengan orang­-orang yang berkedudukan dan yang berharta.

⬜⬜⬜⬜⬜⬜⬜⬜⬜⬜⬜

"...dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami."

Yakni orang-orang yang menyibukkan dirinya dengan dunia, melupakan agama dan menyembah Tuhannya.

⬜⬜⬜⬜⬜⬜⬜⬜⬜⬜⬜

"...dan adalah keadaannya itu melewati batas."

Maksudnya, semua amal dan perbuatannya hura-hura, berlebih-lebihan, dan sia-sia. Janganlah kamu mengikuti kemauan mereka, jangan menyu­kai cara mereka, jangan pula kamu menginginkannya. Makna ayat sama dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:

Janganlah sekali-kali kamu menunjukkan pandanganmu kepa­da kenikmatan hidup yang telah Kami berikan kepada beberapa golongan di antara mereka sebagai bunga kehidupan dunia untuk Kami cobai mereka dengannya. Dan karunia Tuhan kamu adalah lebih baik dan lebih kekal. 
(QS. Thaahaa (20)  : 131)

⬜⬜⬜⬜⬜⬜⬜⬜⬜⬜⬜

REFLEKSI

Ayat ini mengingatkan kembali dengan salah satu harapan dan target tahun ini, ingin lebih banyak berkumpul dengan orang-orang yang shalih-shalihah dan dapat selalu saling mengingatkan dalam kebaikan .

Maasya Allah..
 الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِى بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ الصَّالِحَاتُ

Hari ini pun jemari ini tergerak untuk  membagikan sebuah foto yang sama, bahkan sebelum belajar dan mentadabburi ayat ini.

Jika kemudian ada yang menggunakan istilah mestakung (semesta mendukung), rasanya kata itu tidak tepat sama sekali, sebab semuanya ini telah diatur oleh Allah Ar Rabb. Maha pemelihara, pengatur, penjaga, dan yang selalu mengawasi makhluk-makhlukNya.

Allah sesuai prasangka hambaNya.
Kembali diingatkan untuk selalu berpikir positif dan menyadarkan segala sesuatu pada Allah. Diingatkan kembali untuk tidak pernah berputus asa dengan Rahmat dan kasih sayang Allah. Diingatkan kembali untuk memperbaiki niat.

Dalam ayat ini kita diperintahkan untuk mencari dan selektif dalam memilih teman dan berkumpul dengan orang-orang yang ikhlas dan memiliki orientasi akhirat dalam setiap perkataan dan perbuatannya.

Kita juga tidak boleh memilih-milih teman hanya karena status, tersebab pada ayat ini pun Allah menjelaskan banyak sekali faidah yang dapat kita peroleh dari berteman dengan orang-orang fakir yang hatinya selalu terpaut pada Allah. 

Keunikan lain dari ayat ini adalah bagaimana Allah meminta Rasulullah (dan kita) untuk bersabar saat bersama orang-orang mukmin (yang di ayat lainnya sering kita temui, Allah meminta kita untuk bersabar pada orang-orang yang berbuat dzolim). Faidah dari tafsir ini adalah bahwasanya menjadi seorang muslim yang taat itu akan menjadikan kita sebagai makhluk yang 'bebas' dari godaan dunia. Zuhud dunia dan selalu mengorientasikan setiap yang kita lakukan untuk akhirat. Menjadikan amalan-amalan akhirat kita lebih utama tanpa takut kehilangan nikmat dunia. 

Saat menemukan teman seperti itu, kita harus bersabar dan tidak boleh meninggalkan mereka, karena dari sana, Biidznillah, akan  banyak keberkahan yang kita dapatkan dan kita pun dapat menjadi hambaNya yang lebih baik lagi.  

A❀❀❀❀❀❀❀❀❀❀❀❀❀❀❀❀❀❀

والله أعلم با لصواب. و الله المستعان

Referensi :
Kajian Tafsir Surah Al Kahfi Ustadz Firanda

Lesson from Surah Al Kahfi (Kube Publishing) — Yasir Qadhi

Sabtu, 24 Februari 2024

fragmen : PRASANGKA

Posted by annisa ratu aqilah at 9:51:00 PM




Kita terlalu cepat menilai dan terlalu mudah mengatakan paham. Lalu kita dengan nyamannya berkelakar dan bercanda tentang sesuatu yang tak benar-benar kita tahu..

***

Keputusan seseorang selalu memiliki sebab dan alasan. Kita seringkali menyimpannya atau sekedar bercerita pada sahabat dan saudara.

Jadi, mengapa kita bersusah payah menilai sesuatu, menerka peristiwa, dan menghakimi sesama manusia? sedangkan kita pun tak juga menginginkan hal yang sama.

***

Lalu mengapa kamu bersukarela menjadi penilai gratisan? komentator kelas teri dan manusia kurang piknik?

Apa asyiknya mencari tahu rahasia seseorang, jika rahasiamu saja tak ingin terbongkar.

Apa hebatnya menjadi calon penduduk langit jika ucapanmu saja masih membuat telinga sakit?

***

Usai, tak perlu berprasangka,
Jagalah mulut dan telinga.




 

ANNISA RATU AQILAH Copyright © 2010 Designed by Ipietoon Blogger Template Sponsored by Emocutez