Jumat, 21 Agustus 2020

fiksi : SINGULARITY

Posted by annisa ratu aqilah at 9:55:00 PM


Hu..hu..hu..
Malam itu, Mibu terisak menahan tangis. 

"Kamu kenapa, Mibu? Kenapa menangis?", Mona bertanya dari kejauhan. 

"Aku sedang sedih, Mona"

"Iya, aku tahu. Biasanya menangis itu karena sedih, tapi sedih kenapa?"

"Aku... aku.. aku sedih karena aku tidak secantik kamu, Mona. Banyak yang mengagumi kamu dan melupakan aku..hu hu hu..."

"Siapa bilang?"

"Aku tadi yang bilang barusan.  Kamu nggak dengar ya apa yang tadi aku katakan?!?"

"Hahaha.. Kamu kok masih sempat-sempatnya sih ngelawak, Mibu. Maksud aku itu, siapa yang mengatakan kalau kamu itu jelek? Di mataku, kamu cantik, Mibu. Semua orang juga sangat membutuhkanmu"

"Tapi semua orang melupakan aku. Mereka membutuhkanku, tapi mereka tidak merawatku. Mereka menyukaimu. Padahal seharusnya, kalau mereka menyukaiku, mereka juga seharusnya merawatku"

"Iya ya... Sedih ya, Mibu... Kalau dipikir-pikir, sekarang saat aku melihatmu, kamu tampak lebih... uhm.. Maaf ya, Mibu. Tapi kamu terlihat lebih... Uhm.. Tu...a, Mibu".

"HUWAAA.... Kamu kok tega, Mona! Aku sedang sedih tambah dibuat sedih"

"Maaf Mibu, tapi aku nggak mau menghiburmu dengan kebohongan. Kamu memang terlihat lebih tua dan keriput"

"HUWAAA...HUHUHUHUHU..."

***

Pagi datang. Sinar mentari hari itu begitu panas menyengat. 

"Pagii, Mibuuuu!", teriak Sunny menyapa Mibu yang tampak lesu.

"Pagi, Sunny", Mibu menjawab lemah.

"Loh! Kok lesu sih jawabnya, Mibuuu..! Semangat dong! Hari ini cerah sekali kan? Kita harus semangat dan bahagia!"

"Tapi aku sedang tidak bahagia dan tidak bersemangat, Sunny. Aku sedang sedih..", Mibu menimpali perkataan Sunny.

"Bahagia itu tidak dicari, Mibu. Bahagia itu dari kita sendiri. Kalau kamu sekarang sedang bersedih, berarti kamu harus berusaha untuk lebih bahagia. Pasti ada deh sesuatu yang membahagiakan untukmu", Sunny masih berusaha menghibur Mibu dengan kata-katanya yang penuh semangat.

"Kamu memang pintar bicara, Sunny. Tapi bicara aja memang mudah. Coba kamu kalau sedang sedih seperti aku, pasti juga akan seperti ini.."

"Uhm.. Iya, tapi...ah! Ya sudahlah.. Kadang kita memang merasakan hidup di bawah, mungkin sekarang kamu sedang di fase itu, Mibu. Semoga kamu segera menemukan secercah semangat baru ya..!"

Sunny perlahan meninggalkan Mibu yang masih terdiam merenung dengan wajah tertunduknya.

***

Sraak..sraaakk..sraakk..
Suara gesekan rumput yang beradu dengan hembusan angin malam. Langit tampak lebih cerah dari biasanya. Bintang-bintang terlihat lebih gemerlap. Bulan membentuk lingkaran sempurna, purnama. 

Sesosok anak laki-laki berdiri menatap langit. Sesosok lainnya merebahkan diri beralaskan ilalang. 

"Rebahan sini! Lebih indah menatap langit dengan cara seperti ini", kata salah seorang pemuda itu sembari menarik lengan temannya.

Bruuk!
Tak berapa lama, dua orang pemuda asing tadi sudah merebahkan tubuh mereka di tengah padang ilalang. Terdiam, menatap langit dengan jutaan bintang.

"Lihat di sana! Itu rasi bintang Scorpio!"

"Kamu percaya dengan rasi bintang?"

"Maksudmu?"

"Itu syirik!"

"Haha! Kamu jangan kaku seperti itu! Aku tidak bicara tentang kepercayaan orang tentang rasi bintang. Aku di sini sedang menikmati ciptaan Allah. Bintang itu kan juga ciptaan Allah. Mungkin maksud kamu itu zodiak. Kalau itu maksudnya, jelas itu syirik, tapi aku mengajak kamu ke sini untuk menikmati langit dan melihat ciptaan Allah yang indah ini. Yaah.. anggap saja refreshing. Tidak banyak orang kan di sini? Hanya kita berdua. Tetap jaga jarak, pakai masker, aman!"

"Apa menariknya? 

"Tentu saja menarik! Kita selalu sibuk dengan urusan dunia. Saat seperti ini kadang kita butuhkan untuk bisa kembali on track. Kamu juga pasti sudah jenuh dengan keadaan saat ini kan? Coba lihat itu! Bintang-bintang itu, bulan, bahkan bumi yang sedang kita injak ini. Semua beredar di garis edarnya masing-masing. Keluar sedikit aja dari jalurnya, kita sudah kiamat!" 

"Sebenarnya, maksudmu apa mengajakku ke sini?!"

"Bukannya kamu kemarin mengeluh karena hidupmu mulai membosankan? Aku membawamu ke sini untuk menghiburmu"

"Lebih tepatnya mendengar kuliahmu...?"

"Hahaha.. Ya, bolehlah kalau kamu menganggapnya begitu. Aku baru saja selesai membaca buku keren karya Abdurrahman Al Sufi, The Book of Fixed Stars! Kamu harus baca itu. Itu buku bagus banget!"

"Karantina membuatmu membaca buku aneh-aneh ya? Buku tentang apa memang?"

"Hahaha.. Iya, daripada nggak ada kerjaan kan di rumah aja. Buku tentang rasi bintang. Gara-gara buku itu, aku mulai menikmati langit saat malam. Melihat bintang-bintang, mengikuti pola bulan, dan gara-gara kamu curhat kemarin, aku juga sempat berpikir, kenapa kita harus mengalami kejadian ini.."

"Kenapa?"

"Yaa..  Anggap saja kita seperti bintang-bintang itu, sedang beredar di garis edarannya. Mungkin bagi kita ini semua tampak membosankan dan sia-sia, tapi kalau kita mau lebih merenungkannya lagi, pasti selalu ada maksud dari semua ini. Enjoy aja. Tetap lakukan dan berusaha yang terbaik".

"Tapi.. Kamu mungkin benar. Akhir-akhir ini aku mengalami insomnia dan tidak bisa tidur karena memikirkan banyak hal. Seharian penuh aku berusaha menyibukkan diri agar lupa dengan kondisi kita saat ini, tapi saat malam tiba, pikiranku jadi kacau, hanya lelah yang tersisa. Rasanya semua yang kulakukan seharian itu tidak ada gunanya...".

...

"Tapi saat ini, rasanya menenangkan sekali. Meskipun aku masih khawatir besok akan seperti apa. Namun, setelah mendengar ucapanmu, sepertinya memang ada benarnya. Betapa kecil kita ya.. Rasanya langit itu seperti mau runtuh.."

"Iya. Waktu aku menatap langit seperti ini, pikiranku jadi lebih tenang. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan, kita hanya bisa berusaha sebaik mungkin. Kalau sudah seperti ini, ya... dinikmati saja kan?"

Obrolan dua pemuda itu terus berlanjut hingga bulan menghilang di balik awan. Tampaknya, hujan akan mengguyur bumi malam itu. Hembusan angin mulai terasa dingin menusuk tulang. Perlahan, tetesan hujan jatuh, meninggalkan petrichor yang menyeruak ke udara. 

***

Huhuhuhuhu....

"Kamu masih menangis, Mibu?", Mona menyapa Mibu dari balik awan kelabu.

"Iya, tapi kali ini aku menangis bahagia".

"Apa yang membuatmu bahagia sampai menangis seperti itu?"

"Kamu dengar tidak percakapan dua pemuda tadi? Aku jadi teringat kata-kata Sunny kemarin, sepertinya, aku sama dengan salah seorang pemuda itu".

"Maksudmu?"

"Aku pikir, Tuhan tidak adil padaku. Dia membuatmu seindah itu dan Sunny begitu sangat bersemangat, sedangkan aku? Aku pesakitan. Orang-orang bahkan sudah lama berusaha mencari tempat penggantiku, tapi mungkin ini semua terjadi agar orang-orang itu sadar kalau aku juga bisa terluka. Kalau mereka juga harus merawatku dengan baik".

Mona tersenyum mendengar ucapan Mibu, "Syukurlah kalau kamu sudah menyadarinya, Mibu. Kita semua sudah memiliki maksud dan jalan penciptaannya masing-masing, Mibu. Kadang kita memang bisa kehilangan arah, tapi selama kita bisa menemukan tujuan penciptaan kita kembali, semua akan baik-baik saja. Semangat Mibu!! Kamu pasti akan segera sembuh!! Aku lihat orang-orang mulai bosan dan juga sadar dengan kesalahan mereka. Semua akan berakhir dengan indah!"

"Iya! Terimakasih, Mona! Aku sekarang sudah merasa lebih baik!"

***

"Dan tidaklah orang-orang kafir itu melihat bahwa sama’ (ruang-waktu) dan ardh (ruang-materi) itu dahulu sesuatu yang padu, kemudian Kami pisahkan keduanya.” 
(QS. Al Anbiya : 30)







 

ANNISA RATU AQILAH Copyright © 2010 Designed by Ipietoon Blogger Template Sponsored by Emocutez