Minggu, 09 September 2018

PUISI : Jarak

Posted by annisa ratu aqilah at 11:18:00 PM


Jodoh itu pertemuan
Seperti bintang yang berjodoh dengan bulan
Mentari yang berjodoh dengan pagi
Sejauh mereka berjarak, tetap bertemu dan menyatu.

Tidak seperti kamu dan dia
Tidak seperti dia dan aku
Tidak seperti kamu dan aku

Kita dekat
   : Tapi berjarak
Sekeras usaha apa kita mendekat
   : Tetap berjarak
Sekuat apapun kita memotong jarak
   : Kita berjarak

Terima saja..., kita berjarak.

Banguntapan | april2016

Kamis, 06 September 2018

Day#1 : TOUCH LOVE

Posted by annisa ratu aqilah at 4:59:00 AM

Saat-saat paling mendebarkan dan dengan jelas menyadarkanku bahwasanya aku telah menjadi seorang ibu adalah saat kedua tanga mungilmu dan jari-jari lentik kecilmu menggenggam erat diriku. Menarik bajuku, rambutku, atau tanpa sengaja dan tanpa kusadari telah menggenggam kencang jemariku.

Detik itu juga aku merasakan kebahagiaan yang tak dapat terlukiskan kata-kata. Hatiku bergejolak seperti akan meledak karena bahagia. Hanya sesederhana itu ternyata hal kecil yang membuatku semakin jatuh cinta kepadamu.

Genggaman yang sama seperti yang pernah dilakukan oleh abahmu. Jauh sebelum engkau hadir. Genggaman yang memacu detak jantungku tak menentu sama seperti saat pertama kali aku tersadar telah jatuh cinta pada abahmu. Namun.. rasa yang kau berikan berbeda. Getarannya tak sama. Bukan berarti aku membandingkan cintaku padamu dan kepada abahmu. Percayalah semua dalam takaran yang sama.

Bagaimana mungkin, tangan dan jemari mungil ini tidak melelehkan hatiku, meruntuhkan amarahku, dan bahkan menghancurkan segala rasa lelah, letih, dan payah?

Beruntunglah aku mendapatkanmu yang sempurna. Sehat tanpa kurang sesuatu. Dan bukankah aku seharusnya berterimakasih padamu? Meningkatkan syukurku dengan sepenuh hati merawatmu. Menjaga amanahNya.

Terimakasih sayangku...
Hadirmu menyempurnakan cinta.
Hadirmu hanya selalu membawa bahagia dan bahagia.

Rabu, 05 September 2018

PUISI : Sehelai Kain Merah Muda

Posted by annisa ratu aqilah at 4:13:00 AM

Sehelai Kain Merah Muda

Mungkin itu perasaanmu…
Memerah muda karena jatuh cinta, kepadaku

Atau…
Mungkin itu pertanyaan
—maukah kau menunggu sejenak untukku

Semuanya salah
Sebab perasaan kita tak pernah mengudara
Tak pernah terucap
Tak pernah sampai

Aku tak pernah berusaha menunggu
Kamu pun tak pernah memintaku

fragmen : LELAH YANG BERKAH

Posted by annisa ratu aqilah at 4:12:00 AM

Pernahkah engkau merasa begitu lelah dan kehilangan arah menjalani kehidupan?
Pernahkah engkau merasa hidup seolah berjalan biasa saja, kosong, tanpa warna?
Pernahkah menyesal dengan pilihan masa lalumu?
atau…
Pernahkah berpikir untuk mengakhiri hidupmu?

***

Kehidupan setiap manusia telah digariskan bahkan sebelum kelahirannya di dunia : termasuk kita. Setiap dari kita telah memiliki porsi umur, jodoh, dan rezeki masing-masing. Ada yang hidup berkecukupan seolah tanpa kekurangan. Ada pula yang terlahir kurang sempurna di keluarga tak berada. Ibarat hidupnya sudah jatuh tertimpa tangga.

Seperti itukah? Tidak.

Hidup memang sudah digariskan, namun takdirNya bukan berarti membuat kita enggan berusaha. Menyerah sebelum berperang, pasrah sebelum berjuang.

“Allah sesuai prasangka hambaNya”

Manusia adalah ciptaanNya yang paling sempurna. Anugerah akal diberikan agar kita memakai nalar dalam setiap tindakan, berpikir sebelum melakukan. Tujuannya hanya satu, mencari keselamatan di dunia agar dapat menperoleh tiket ke surgaNya.

Jadi, kebahagiaan dalam hidup bukan terletak pada seberapa kaya seseorang atau seberapa tinggi  pangkat dan jabatan. Namun, kekayaan sejati adalah kekayaan yang bersumber dari akal dan hati.

Orang kaya tak selalu hidup bahagia. Orang miskin tak berarti hidupnya penuh duka. Itu semua tergantung dari sudut pandang dan cara penglihatan kita. Ibarat melihat dengan kacamata kotor, maka yang terlihat akan tetap kotor. Bersihkan dulu luka hati dari segala penyakit hati. Hati yang bersih akan menuntut akal untuk berpikir jernih. Lalu pada akhirnya, kejernihan hati dan akal akan mampu menghilangkan buruk sangka. Prasangka buruk yang membuat kita seringkali berpikir sungguh enaknya memiliki rumput lebih hijau seperti milik tetangga.

***

Kebahagiaan adalah sebuah pilihan. Karenanya, kita dapat memilih untuk mencari atau menciptakan. Rumput tetangga yang terlihat lebih hijau menurut pandangan kita, belum tentu sama hijaunya menurut pandangan orang lain. Kehidupan seseorang yang tampak indah menurut kita, belum tentu terasa indah menurut orang lain. Mungkin saja, seseorang itu lebih pandai menciptakan kebahagiaan walau kehidupannya selalu terhimpit kesulitan. Mungkin saja, seseorang itu lebih tinggi ilmunya dalam bersyukur, meskipun hidupnya terasa hancur lebur.

“Allah tak membebani seorang hamba melebihi batas kemampuannya”

Maka setiap kesedihan, cobaan, dan lelah yang kita rasakan, sejatinya hanyalah sementara. Seperti hitam yang bersanding dengan putih, hidup tak akan selalu penuh air mata kepedihan, namun juga kebahagiaan. Hidup adalah perputaran waktu seperti roda. Kadang di atas, terkadang di bawah.




Selasa, 06 Maret 2018

The Three Heroes

Posted by annisa ratu aqilah at 12:31:00 PM

Kau tak pernah menjawab tanyaku tentang kehidupan, tapi kau selalu menjalaninya dan dengan keringatmu itulah jawaban itu kau katakan. 

Subuh itu masih seperti hari –hari biasanya. Angin pagi yang masih membawa sisa-sisa hujan tadi malam membuat hawa dingin senantiasa memeluk dan memaksaku untuk menggunakan sweater tebal. Jalan kecil sepanjang kost menuju masjid di sebelah utara masih juga basah dan becek oleh genangan air hujan. Kicauan burung kenari dari sebuah rumah terdengar sangat nyaring memecah keheningan. Jalanan yang kulalui masih sepi dan tak tampak banyak orang yang biasanya sudah bersiap-siap menuju tempat kerja mereka masing-masing. Tampaknya hujan yang menguyur Yogyakarta seharian kemarin membuat orang enggan ke luar rumah karena hawa dinginnya. Jika saja bukan karena ada sesuatu hal yang sangat penting dan mendesak, aku juga pasti masih berada di dalam kamar, ditemani selimut dan bantal. Tapi tidak pagi itu, ada seseorang yang ingin kutemui. Harus kutemui dan ingin kupeluk erat serta kucium dengan penuh hangat. Pahlawanku.

Sampailah aku di depan gerbang masjid yang juga sama nasibnya dengan tempat lain. Sepi dan kesepian. Jika saja ada orang yang mau dengan lebih memperhatikannya. Pasti nasibnya tak seburuk ini. Kotor dan tak terawat. Hanya dedaunan yang Nampak berserakan dan terkadang terbang disapu angin dingin yang semakin membuatnya lebih kotor. Di sudut bagian timur ada sebuah tong sampah yang cukup besar, namun di sekitar tong sampah itu juga banyak kulihat sampah berserakan. Nampaknya kesadaran manusia akan lingkungan sudah mulai tergerus oleh budaya dan euforia. Bakan di rumah Tuhan pun yang harusnya mereka jaga dengan baik. Mataku mencari sosok laki-laki itu. Laki-laki dengan badan tegap dan tinggi serta tampan. Di manapun mataku menjelajah, tak kutemukan jua tanda-tanda keberadaannya. 

Kecewa dan sedih. Perasaanku sudah tak sanggup lagi menahan pertemuan dengannya. Sampai kudengar alunan ayat suci dari dalam masjid yang merdu dan tak asing. Aku mendekat. Dengan gelisah dan penuh tanya ingin kulihat siapa pemilik suara indah itu. Kakiku berhenti tepat di depan pintu dan kulihat sosok pahlawanku sedang duduk sembari membaca kata-kata syahdu. Aku diam. Aku menunggu sampai pahlawanku mengetahui kedatanganku dan berhenti kemudian menghampiriku. Tersenyum.
Dengan hitungan detik aku sudah berada dipelukannya. Tak ingin segera kulepaskan pelukan, erat, dan semakin kuat merengkuh. Lalu dielusnya dengan lembut wajahku yang saat itu dihiasi jilbab berwarna pudar. Kedua pasang mataku menatapnya hangat, penuh selaksa rindu. Tangannya pun perlahan takzim kucium, berharap kelak merengkuh surga. 

Sosok tubuh itu tampak semakin lemah namun tak mengurangi perasaanku untuk menautkan bulir-bulir rindu. Lelaki biasa itu sesungguhnya sosok yang begitu sederhana. Sosok tegar pahlawanku itu memang tak pernah ragu mencari rezeki walau hanya sekedar sesuap nasi. Hatinya teguh, bahkan ketika semburat merah belum sempurna karena sang surya masih meringkuk di peraduan. Demi keluarga, jiwa serta raga rela digadang dengan kerasnya kehidupan. Meniti hari dan waktu, dibelahnya langit serta samudra. Berharap kelak dapat mengirim kembang untuk yang disayang. 
Masya Allah.

Kembali kupatri di lubuk hati, lelaki perkasa itu adalah seseorang yang mendapatkan sedikit harta dengan cucuran keringat sendiri. Kemudian dengan itu diberikannya makanan dan pakaian untuk dirinya serta orang-orang terkasih. Kesungguhannya mencari nafkah sungguh menyemburatkan bangga. Keikhlasan membanting tulang demi keluarga, bahkan walau dengan bergenang air mata darah menunjukkan jati dirinya sebagai qawwam. Tak heran, bau keringatnya setelah seharian mencari nafkah selalu menebarkan aroma kerinduan. Dan ketika bola mataku menyorotkan tanya kepadanya perihal kedatangannya bahkan ketika rasa capainya belum lagi enggan hilang, pahlawanku pun menjawab dengan lembut, 
"Karena kau sayangku..." 
Selalu, dan senantiasa hanya karena itu.***

Duhai Pemilik Cinta...
Betapa sebenarnya sujud panjang dan tetesan air mata kesyukuran seakan tak ada arti dengan apa yang telah Engkau berikan selama ini. 
Lelaki itu juga sesungguhnya bukanlah Nabiullah Daud yang senantiasa mencari makan dari hasil usahanya sendiri. Namun, semoga jerih payahnya menuai pahala tiada jeda dan henti.

Untuk ayahku, Miranu Triantoro

*) Naskah of The Week pekan ke empat bulan Rabiul Awwal 1432 H

 

ANNISA RATU AQILAH Copyright © 2010 Designed by Ipietoon Blogger Template Sponsored by Emocutez